Ada masa-masanya aku kecundang di balik tabir hidup.
Aku mengeluh. Memberontak. Meratapi pemergian sesuatu yang tidak selamanya kekal. Dan laki-laki itu, 24 tahun tidak pernah sekalipun berhenti menyayangi dan menenangkan.
Dia, laki-laki itu jarang sekali menuturkan ucap kata rindu dan sayang. Namun kau lihat dari bahasa tubuh dan kesanggupannya, itu kata-katanya yang dipamerkan.
Usai meniti usia manis-manis, dia berusaha keras memberi segala keringat dan tulang belulang diratah kejam untuk aku dan gadis kesayangannya yang lain. Masih tenang dalam mata dan tuturnya, menidakkan segala undangan jahat dan menikam.
Apa kau tidak pernah marah sama laki-laki ini?
Ujarku, bohonglah jika tidak. Marah dan kecewa kadang-kala menyisir diam-diam.
Tetapi itu sayang, tidak terbanding sama ketabahannya memendam rasa kecewa saat aku melebihkan susuk gagah yang lain. Saat dia memaafkan dan memeluk sambil berdoa gembira aku pulang ke sisinya.
Saat ini, sudah ramai laki-laki singgah di hati dan pembaringan kalamku. Ada yang mahu kekal di situ selamanya, ada yang menarik diri dan berlalu pergi. Laki-laki ini, yang mungkin menangis syahdu saat aku dilahirkan, masih di situ. Tidak berganjak walau dia tahu batinnya pasti patah. Semenjak itu, tertera pada janjiku untuk sentiasa dekat dengannya. Walau apapun ranjau. Atau susuk tampan dan gagah yang sentiasa meliar di hadapanku.
Selamat menyambut hari mengenang jasamu. Selamat Hari Bapa.